Perjanjian Roem Royen
LATAR BELAKANG PERJANJIAN ROEM ROYEN
Diadakannya perjanjian Roem Royen karena adanya serangan tentara Belanda ke Yogyakarta dan adanya penahanan pemimpon RI, serta mendapatkan kecaman dari dunia internasional. Dalam Agresi Militer II, Belanda memproganda TNI telah hancur, disini Belanda mendapat kecaman di dunia internasional terutama Amerika Serikat. Perjanjian Roem Royen diselenggarakan mulai dari 14 April hingga 7 Mei 1948 pihak Indonesia di wakili oleh Moh. Roem dengan beberapa anggota seperti Ali Sastro Amijoyo, Dr. Leimena. Ir. Juanda, Prof. Supomo dan Latuharhary. Dan untuk pihak Belanda di wakili oleh Dr.J.H Van Royen dengan anggotanya seperti Blom, Jacob, dr. Van, dr Gede, Dr.P.J.Koets, Van Hoogstratendan dan Dr. Gieben.
Dengan adanya Agresi Militer II yang dilancarkan Belanda mendapat kecaman dan reaksi dari Amerika Serikat dan Inggris, serta Dewan PBB. Melihat reaksi militer Belanda sehingga PBB membuat kewenangan KTN. Yang sejak itu KTN berubah menjadi UNCI "United Nations Commission For Indonesia", UNCI sendiri dipimpin oleh Merle Cochran dari Amerika Serikat dan juga dibantu Critchley Australia dan juga Harrenmans dari Belgia.
Pada tanggal 23 Maret 1949 pihak DK-PBB perintahkan UNCI agar membantu perundingan antara pihak Republik Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 17 April 1949 perundingan Roem Royen dimulai dan bertempat di Jakarta, UNCI sebagai penengah dan diketuai oleh Merle Cochran dari Amerika Serikat wakil UNCI. Perundingan berikutnya Indonesia diperkuat dengan hadirnya Drs. Moh Hatta dan juga Sri Surtan Hamengkubuwono IX.
Pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Perjanjian Roem Royen mulai ditandatangani dan nama perjanjian ini diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Royen. Perjanjian yang sangat alot sehingga perlunya diperkuat oleh Drs Moh Hatta yang datang dari pengasingan di Bangka, serta Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta. Kedatangan Sri Sultan Hamengkubuwono IX untuk mempertegas pemerintahan Republik Indonesiia di Yogyakarta.
PROSES PERJANJIAN ROEM ROYEN
Atas desakan amerika serikat, akhirnya pada tanggal 14 april 1949. Perundingan dapat dibuka kembali, delegasi indonesia dipimpin oleh muhammad Roem, sedangkan delegasi belanda dipimpin oleh van roijen, yang merupakan Perundingan pendahuluan sebelum diadakan perundingan puncak, perundingan Tersebut diketuai oleh cochran. Yang kemudian menyampaikan pidato tentang Tujuan perundingan dan tugas-tugas yang harus dilaksanakan dalam perundingan ini. Selanjutnya ketua delegasi belanda van roijen menyampaikan pidato, dalam pidatonya antara lain dikatakan bahwa:
- Pemerintah Belanda telah menerima undangan untuk konferensi persiapan ini tanpa syarat.
- Pemerintah Belanda bersedia menempatkan soal kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta sebagai pasal yang akan dibicarakan dengan syarat bahwa hasil-hasil perundingan ini hanya akan mengikat seandainya tercapai kata sepakat mengenai kedua pokok acara, yakni soal penghentian permusuhan dan pemulihan ketertiban dan ketentraman, serta syarat-syarat dan tanggal untuk mengadakan Konferensi Meja Bundar di Den Haag.
- Usul Belanda mengenai penyerahan kedaulatan yang dipercepat, Van Roijen mengatakan bahwa ini akan bersifat tanpa syarat, nyata dan lengkap, sedang Uni Indonesia-Belanda tak akan menjadi super state melainkan hanya merupakan suatu bentuk kerjasama antara negara-negara yang berdaulat, Indonesia dan Belanda atas dasar persamaan dan kesukarelaan sepenuhnya
- Pemerintah RI dengan menyesal harus menyatakan bahwa aksi militer Belanda yang kedua telah menggoyahkan kepercayaan pada itikad baik pemerintah Belanda, reaksi negatif ini tidak saja terlihat di dalam RI seperti ternyata telah diletakkan jabatan oleh pemerintah Indonesia Timur dan pemerintah Pasundan serta dari resolusi badan-badan yang menyalahkan tindak tanduk militer itu, dan resolusi dari luar negeri, yakni konferensi New Delhi yang dihadiri oleh negara-negara Asia Selatan dan Tenggara
- Pemerintah Republik tidak berpendapat bahwa pokok-pokok yang disebut instruksi Dewan Keamanan tanggal 23 Maret sebagai pokok-pokok untuk dibicarakan konferensi ini, merupakan satu kesatuan utuh. Harus dibicarakan terlebih dahulu tentang kembalinya pemerintahan Republik ke Yogyakarta setelah tercapai kata sepakat tentang hal ini, maka mudahlah untuk membicarakan pokok-pokok hal yang lain unruk suatu pemecahan menyeluruh. Keputusan-keputusan hakiki kemudian akan diambil oleh pemerintah Republik di Yogya. sepakat tentang persoalan kembalinya pemerintah Republik. Jalan akan terbuka untuk mengadakan perundinganperundingan mendasar dan kepercayaan yang tergoyah akan dipulihkan
Pada tanggal 16 April, dimulailah pembicaraan antara kedua delegasi yang berlangsung hingga 7 Mei 1949.Perundingan tersebut berhasil mencapai persetujuan yang kemudian dikenal dengan perjanjian Roem-Roijen. Perjanjian Roem-Roijen bukan merupakan suatu perjanjian yang sifatnya satu, akan tetapi merupakan suatu perjanjian yang terdiri dari dua keterangan yang berbeda. Pernyataan ini masing-masing disampaikan oleh kedua delegasi Indonesia dan Belanda. Mohammad Roem, sebagai ketua delegasi Indonesia kemudian mengemukakan peryataan yang berbunyi sebagai berikut: Sebagai ketua delegasi RI saya diberi kuasa oleh Presiden Soekarno dan wakil Presiden Moh.Hatta untuk menyatakan kesanggupan mereka pribadi sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan tanggal 28 Januari 1949 dan petunjuk-petunjuknya tanggal 23 Maret1949 untuk memudahkan tercapainya:
- Pengeluaran perintah kepada pengikut Republik yang bersenjata untuk menghentikan perang gerilya.
- Bekerjasama dalam hal pengembalian perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan.
- Turut serta pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh dan lengkap kepada negara Indonesia Serikat dengan tiada bersyarat
- Pemerintah Belanda menyetujui kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta, dan dibawah pengawasan UNCI akan menghentikan perang gerilya disamping bersedia menjaga perdamaian dan ketertiban serta keamanan.
- Pemerintah RI bebas menjalankan tugasnya dalam residensi Yogyakarta.
- Pihak Belanda akan menghentikan segala operasi militer dan akan melepaskan semua tahanan politik sejak 17 Desember 1948
- Belanda tidak akan mendirikan daerah dan negara baru di daerah RI sebelum 19 Desember 1948.
- Belanda akan menyokong RI masuk Indonesia Serikat dan mempunyai sepertiga anggota dari segenap anggota Dewan Perwakilan Federal.
- Belanda menyetujui, bahwa semua areal diluar residensi Yogya, dimana pegawai-pegawai Republik masih bertugas tetapi menjalankan tugasnya
Kedua pernyataan tersebut diatas merupakan pokok-pokok perjanjian Roem Royen, yang sekaligus merupakan dasar menuju KMB, dan peristiwa yang sangat menentukan bagi Ri. Karena dengan dicapainya persetujuann tersebut maka pemerintah RI akan dikembalikan dan dipulihkan ke Yogyakarta. Pernyataan Roem Royen juga merupakan suatu kemajuan yang akan membawa ke dalam perundingan-perundingan selanjutnya. Dengan tercapainya kesepakatan dalam Perjanjian Roem-Royen maka Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatra memerintahkan Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk mengambil alih pemerintahan di Yogyakarta dari tangan Belanda. Sementara itu, pihak TNI dengan penuh kecurigaan menyambut hasil persetujuan itu.Namun, Panglima Besar Jenderal Sudirman memperingatkan seluruh komando di bawahnya agar tidak memikirkan masalah-masalah perundingan.
Untuk mempertegas amanat Jenderal Sudirman itu, Panglima Tentara dan Teritorium Jawa Kolonel A.H. Nasution memerintahkan agar para komandan lapangan dapat membedakan gencatan senjata untuk kepentingan politik atau kepentingan militer. Pada umumnya kalangan TNI tidak mempercayai sepenuhnya hasil-hasil perundingan, karena selalu merugikan perjuangan bangsa Indonesia. Pada tanggal 22 Juni 1949 diadakan perundingan segitiga antaraRepublik Indonesia, Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), dan Belanda di bawah pengawasan Komisi PBB yang dipimpin oleh Christchley. Perundingan itu menghasilkan tiga keputusan, yaitu sebagai berikut:
- Pengembalian pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta akan dilaksanakan pada tanggal 4 Juni 1949.
- Perintah penghentian perang gerilya akan diberikan setelah pemerintahan Republik Indonesia berada di Yogyakarta pada tanggal 1 Juli 1949.
- Konferensi Meja Bundar (KMB) akan dilaksanakan di Den Haag.
Perjanian Roem Royen yang ditandatangani tanggal 7 Mei 1949, mulai dilaksanakan pada tanggal 6 Juli 1949, yang ditandai dengan kembalinya pemerintah Ri ke Yogyakarta. Yaitu bersamaan dengan kembalinya Presiden Soekarno dan Moh Hatta pada hari tersebut. Yang kemudian disusul dengan pengembalian mandat dari Mr. Syafruddin Prawiranegara kepada Presiden Soekarno pada tanggal 13 Juli 1949,maka dengan demikian akan semakin dekat menuju pengakuan kedaulatan.
- Kembalinya dalam sebuah Pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta.
- Belanda berpartisipasi dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) untuk mempercepat transfer kedaulatan ke Republik Indonesia secara tanpa penuh syarat.
- Mengeluarkan dalam sebuah perintah yakni sebagai mengakhiri dalam sebuah perang gerilya.
- Angkatan bersenjata Belanda harus menghentikan dan menarik adanya sebuah operasi militer dan dapat membebaskan semua tahanan terhadap politik yang merupakan tahanan Belanda.
- Belanda dapat memberikan sebuah wewenang, hak, dan tugas pihak Indonesia, beserta dalam kedua pihak bekerja sama untuk memulihkan dalam perdamaian dan memastikan adanya sebuah ketertiban dan keamanan.
- Belanda yakni harus menyerahkan dalam sebuah kedaulatan Indonesia sepenuhnya dan tanpa syarat.
DAMPAK PERJANJIAN ROEM ROYEN
Terdapat banyak dampak yang ditimbulkan dari perjanjian ini pada keadaan di Indonesia. Isi perjanjian Roem Royen termasuk pembebasan tahanan politik sehingga Soekarno dan Hatta kembali ke Yogyakarta setelah diasingkan. Yogyakarta juga menjadi ibukota sementara dari Indonesia. Terjadi juga penyerahan mandat dari Sjafruddin Prawiranegara sebagai presiden PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) kembali kepada Ir. Soekarno. Yang paling mencolok adalah adanya gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia. Perundingan Roem Royen pun berujung dengan dilaksanakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda yang menyelesaikan permasalahan antara Indonesia dan Belanda.
Belum Ada Komentar