4 Perjanjian Indonesia Belanda
Salah satu bentuk perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan merupakan perjuangan diplomasi yaitu perjuangan melewati meja perundingan. Jika Belanda henda menanamkan kembali kedaulatannya di Indonesia, ternyata memperoleh perlawanan dari bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, pemimpin Sekutu berusaha mempertemukan antara pemimpin Indonesia dengan Belanda dengan melewati perundingan-perundingan, antara lain sebagai berikut:
PERJANJIAN LINGGARJATI
Perjanjian Linggarjati dilakukan pada tanggal 10-15 November 1946 di Linggarjati, dekat Cirebon. Perjanjian tersebut dipimpin oleh Lord Killearn, seorang diplomat Inggris. Pada tanggal 7 Oktober 1946 Lord Killearn berhasil mempertemukan wakil-wakil pemerintah Indonesia dan Belanda ke meja perundingan yang berlangsung di rumah kediaman Konsul Jenderal Inggris di Jakarta. Dalam perundingan ini masalah gencatan senjata yang tidak mencapai kesepakatan akhirnya dibahas lebih lanjut oleh panitia yang dipimpin oleh Lord Killearn. Hasil kesepakatan di bidang militer sebagai berikut:
- Gencatan senjata diadakan atas dasar kedudukan militer pada waktu itu dan atas dasar kekuatan militer Sekutu serta Indonesia.
- Dibentuk sebuah Komisi bersama Gencatan Senjata untuk masalah-masalah teknis pelaksanaan gencatan senjata.
Hasil Perundingan Linggarjati ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana Rijswijk (sekarang Istana Merdeka) Jakarta, yang isinya adalah sebagai berikut:
- Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa dan Madura.
- Belanda harus meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1 Januari 1949.
- Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat yang salah satu bagiannya adalah Republik Indonesia.
- Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia โ Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Perjanjian Linggarjati yang ditandatangani tanggal 15 November 1946 mendapat tentangan dari partai-partai politik yang ada di Indonesia. Sementara itu, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6 tahun 1946 tentang penambahan anggota KNIP untuk partai besar dan wakil dari daerah luar Jawa. Tujuannya adalah untuk menyempurnakan susunan KNIP. Ternyata tentangan itu masih tetap ada, bahkan presiden dan wakil presiden mengancam akan mengundurkan diri apabila usaha-usaha untuk memperoleh persetujuan itu ditolak.
Akhirnya, KNIP mengesahkan perjanjian Linggarjatiย pada tanggal 25 Februari 1947, bertempat di Istana Negara Jakarta. Persetujuan itu ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947. Apabila ditinjau dari luas wilayah, kekuasaan Republik Indonesia menjadi semakin sempit, namun bila dipandang dari segi politik intemasional kedudukan Republik Indonesia bertambah kuat. Hal ini disebabkan karena pemerintah Inggris, Amerika Serikat, serta beberapa negara-negara Arab telah memberikan pengakuan terhadap kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia.
Persetujuan itu sangat sulit terlaksana, karena pihak Belanda menafsirkan lain. Bahkan dijadikan sebagai alasan oleh pihak Belanda untuk mengadakan Agresi Militer I pada tanggal 21 Juli 1947. Bersamaan dengan Agresi Militer I yang dilakukan oleh pihak Belanda, Republik Indonesia mengirim utusan ke sidang PBB dengan tujuan agar posisi Indonesia di dunia internasional semakin bertambah kuat. Utusan itu terdiri dari Sutan Svahrir, H. Agus Salim, Sudjatmoko, dan Dr. Sumitro Djojohadikusumo.
Kehadiran utusan tersebut menarik perhatian peserta sidang PBB, oleh karena itu Dewan Keamanan PBB memerintahkan agar dilaksanakan gencatan senjata dengan mengirim komisi jasa baik (goodwill commission) dengan beranggotakan tiga negara. Indonesia mengusulkan Australia, Belanda mengusulkan Belgia, dan kedua negara yang diusulkan itu menunjuk Amerika Serikat sebagai anggota ketiga. Richard C. Kirby dari A.ustralia, Paul van Zeeland dari Belgia, dan Frank Graham dari Amerika Serikat. Di Indonesia, ketiga anggota itu terkenal dengan sebutan Komisi Tiga Negara (KTN).
PERJANJIAN RENVILLE
Perjanjian Renville yaitu perjanjian antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 di atas sebuah geladak kapal perang Amerika Serikat yang menjadi tempat netral USS renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Perundingan dimulai pada 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for Indonesia, yan terdiri atas Amerika Serikat, Australia serta Belgia. Perjanjian ini diadakan guna menyelesaikan perselisihan atas Perjanjian Linggarjati tahun 1946. Perjanjian ini berisi batas antara wilayah Indonesia dengan Belanda yang disebut dengan Garis Van Mook.
Berikut ini adalah isi dari perjanjian renville
- Belanda masih berdaulat atas seluruh Indonesia sampai kedaulatan diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat, yang wajib segera dibentuk
- RIS mempunyai kedudukan yang sejajar dengan negeri Belanda dalam UNI Indonesia-Belanda
- Republik Indonesia menjadi sebuah bagian negara dari RIS
- Pasukan dari Republik Indonesia yang terdapat di daerah penduduk harus ditarik masuk ke daerah Republik Indonesia
- Sebelum terbentuknya RIS Belanda mampu menyerahkan sebagian dari kekuasaanya pada pemerintahan federal sementara
Berikut ini adalah ringkasan tentang isi Perjanjian Renville:
(gambar peta pembagian wilayah indonesia)
- Belnda cuma mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta dan Sumatera adalah bagian wilayah Republik Indonesia
- Disetujui sebuah garis demarkasi yang memisahkan antara wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda
- TNI ditarik mundur dari daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barrat dan Jawa Timur
Sebagai dari hasil Perjanjian Renville, pihak Republik Indonesia harus mengosongkan wilayah yang dikuasai oleh TNI, dan di bulan Februari 1948, Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah. Divisi ini mendapat julukan Pasukan Hijrah oleh masyarakat oleh kota Yogyakarta yang kemudian menyambut kedatangan mereka.
Tidak semua pejuang Republik yang tergabung di berbagai laskar, seperti Barisan Bambu Runcing dan Laskar Hizbullah/Sabilillah di bawah pimpinan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, mematuhi hasil perjanjian renville tersebut. Mereka ters dan terus melakukan perlawanan bersenjata pada tentara Belanda
PERJANJIAN ROEM-ROYEN
Perjanjian Roem T=Royen dilatar belakangi oleh sebab terjadinya serangan dari pihak Belanda terhadap Indonesia setelah meraih kemerdekaan. Serangan Belanda berlangsung di daerah Yogyakarta, selain melakukan serangan, Belanda juga melakukan penahanan terhdap beberapa para pemimpin Indonesia.
Belanda juga melakukan propaganda bahwa TNI telah hancur. Yang kemudian propaganda tersebut mendapat kecaman dari dunia Internasional. Akibat adanya tekanan dari luar, Belanda kemudian bersedia melakukan perundingan dan juga perjanjian Roem ROyen merupakan jalan menuju Konferensi Meja Bundar (KMB) yang berlangsung di Den Haag, Belanda.
Perjanjian Roem Royen dimulai pada tanggal 14 April 1949 namun tidak berjalan lancar, karena seminggu setelah perundingan berlangsung, kemudian berhenti.
Penyebabnya yaitu ialah Van Royen menafsirkan bahwa Belanda akan memulihkan pemerintahan setelah pemimpin-pemimpin Indonesia memerintahkan pasukan bersenjata untuk menghentikan serangan gerilya, bekerja sama dalam memulihkan perdamaian, pemeliharaan ketertiban serta keamanan, setelah itu bersedia menghadiri Konferensi Meja Bundar (KMB) Kemudian pada saat itu Indonesia tidak melakukan hal-hal diatas karena para pemimpin-pemimpin Indonesia terpencar-pencar, dan tidak ada kontak satu dengan yang lainnya.
Perundingan Roem Royen kemudian dilaksanakan lagi pada 1 Mei karena adanya tekanan dari pihak Amerika Serikat. Amerika Serikat menjanjikan bantuan ekonomi setelah melakukan penyerahan kedaulatan, apabila kalau ditolak, Amerika tidak akan membantu apapun juga kepada pihak Belanda.
Perjanjian Roem Royen dilaksanakan di Hotel Des Indes di Jakarta, adapun isi perjanjian Roem Royen tersebut ialah:
- Tentara bersenjata Indonesia harus menghentikan kegiatan gerilya.
- Pemerintah Republik Indonesia turut serta dalam Konferensi Meja Bundar
- Kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta
- Tentara bersenjata Belanda harus mengehentikan operasi militer serta melakuakn pembebasan semua tahanan politik.
- Kedaulatan Republik Indonesia akan diserahkan secara utuh tanpa adanya syarat.
- Menyetujui adanya Republik Indonesia yang bagian dari Negara Indonesia Serikat.
- Belanda memberikan hak, kekuasaan, serta kewajiban kepada pihak Indonesia.
KONFERENSI MEJA BUNDAR
Konferensi Meja Bundar (KMB) dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949 di Den Haag (Belanda). KMB digelar setelah Belanda dan Indonesua melewati beberapa jalur diplomasi sebelumnya. Beberapa jalur diplomasi yang dilakukan oleh Belanda dan Indonesia dianatarabta Linggarjati, Renville dan Roem Royen. Dalam rangka mempercepat penyerahan kedaulatan, pemerintah Indonesia yang kala itu diasingkan di Bangka, bersedia mengikuti KMB. Pada tanggal 2 November 1949, persetujuan KMB berhasil ditandatangani. Isi dari KMB adalah sebagai berikut:
- Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat
- Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949
- Masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah pengakuan kedaulatan RIS
- Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia Belanda yang dikepalai Raja Belanda
- Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan beberapa korvet (kapal perang kecil) akan diserahkan kepada RIS
- Tentara Kerajaan Belanda selekas mungkin ditarik mundru,s edanga Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa para anggotanya yang diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI
Pada akhir Desember 1949, KMB mengeluarkan hasil yang menyatakan bahwa Indonesia diakui kedaulatannya oleh Belanda. Kemudian pada tanggal 27 Desember 1949, diadakanlah penandatanganan pengakuan kedaulatan di negeri Belanda. Pihak Belanda ditandatangani oleh Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Drees, Menteri Seberang Lautan Mr. AM. J. A Sassen. Sedangkan delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh Hatta. Pada waktu yang sama di Jakarta, Sri Sultan hamengkubuwono IX dan Wakil Tertinggi Mahkota AH.J.Lovink menandatangani naskah pengakuan kedaulatan. Dengan diakuinya kedaulatan RI oleh Belanda ini maka Indonesia berubah bentuk negaranya berubah menjadi negara serikat yakni Republik Indonesia Serikat (RIS).
diantaranya adalah:
- Masalah istilah pengakuan kedaulatan dan penyerahan kedaulatan. Indonesia menghendaki penggunaan istilah pengakuan kedaulatan, sedangkan Belanda menghendaki istilah penyerahan kedaulatan.
- Masalah Uni Indonesia-Belanda. Indonesia menginginkan agar sifatnya hanya kerjasama yang bebas tanpa adanya organisasi permanen. Sedangkan Belanda menginginkan kerjasama yang luas dengan organisasi yang luas pula
- Masalah hutang. Indonesia hanya mengakui hutang-hutang Hindia-Belanda sampai menyerahnya Belanda kepada Jepang. Sebaliknya Belanda berpendapat bahwa Indonesia harus mengambil alih semua kekayaan maupun hutang Hindia-Belanda sampai saat itu, termasuk biaya perang kolonial terhadap Indonesia.
Belum Ada Komentar